Makalah
Kurikulum
Pendekatan
dan Model Pengembangan Kurikulum
Disusun
oleh:
Sulistiana
Setiawati (2013015232)
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga kita dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah kurikulum. Dan
makalah ini berjudul “Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum”. Tugas ini
berfungsi dalam memperbanyak referensi penulis dalam mengikuti MK tersebut
selain itu juga menambah wawasan kita sebagai mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah
Dasar.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan. Penulis sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan agar membantu dalam pembuatan makalah di masa
yang akan datang agar menjadi lebih baik sempurna dan memuaskan.
Atas perhatian dan dukungannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Yogyakarta,
1 Oktober 2014
Penulis
BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Model atau rancangan bahkan model
dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah
proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan. Ia
membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat
mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun
model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang
desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi
bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang
akan dibangun.
Ada dua pendekatan yang dapat
diterapakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif
(administrative approach) dan pendekatan akar rumput (grasssroot approach).
Model pengembangan kurikulum pada
dasarnya merupakan proses untuk membuat keputusan dan untuk merevisi suatu
program kurikulum. Berikut ni akan dipaparkan beberapa model pengembangan
kurikulum yang telah dikemukakan oleh para ahli kurikulum.
B. Rumusan
masalah
1.
Bagaimana pendekatan pengembangan kurikulum?
2.
Bagaimana model-model pengembangan kurikulum?
BAB II
Pembahasan
A.
PENDEKATAN
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada dua pendekatan yang dapat diterapakan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif (administrative
approach) dan pendekatan akar rumput (grasssroot approach).
1. Pendekatan Administrarif (Administrative
Approach)
Pendekatan ini disebut
pendekatan top-down karena
pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau dari
para pemegang kebijakan pendidikan, seperti Menteri Pendidikan, Dirjen
Dikdasmen atau Kepala Dinas Pendidikan.
Selanjutnya dengan menggunakan semacam garis komando, pengembangan
kurikulum menetes ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan
ini juga dinamakan line staff model.
Prosedur kerja atau proses pengembangan
kurikulum yang menggunakan pendekatan ini pada umumnya dilakukan sebagai
berikut.
Pertama
:
Pembentukan tim pengarah yang bertugas menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan
umum pendidikan, serta merumuskan kosep dasar dan garis-garis besa kebijakan.
Kedua : pembentukan tim
atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah
disusun oleh tim pengarah.
Tugas pokok tim ini
adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih dan menyusun
urutan bahan pelajaran, menyusun pedoman evaluasi, serta menyusun
pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum.
Ketiga : Apabila
kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya
hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan
atau direvisi. Bila dianggap perlu, kurikulum itu diujicobakan dan dievaluasi
kelayakannya. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
Keempat :
Menyebarluaskan serta memerintahkan kepada setiap sekolah untuk
mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
2. Pendekatan
Akar Rumput (Grassroots Approach)
Model ini biasanya diawali dari keresahan
guru tentang kurikulum yang berlaku, selanjutnya
mereka memiliki kebutuhan dan keinginan untuk mempengaruhi atau
menyempurnakaanya. Tugas para administrator dalam pengembangan model ini, tidak
lagi berperan sebagai pengendali pengembangan kurikulum, akan tetapi hanya
sebagai motivator dan fasilitator.
Di negara-negara yang menerapkan sistem
pendidikan yang desentraslistik, pengembangan pendekatan grassroots ini sangat mungkin untuk terjadi, sebab kebijakan
pendidikan tidak lagi diatur oleh pusat secara sentralisasi, akan tetapi
ditentukan oleh daerah (distrik) bahkan oleh sekolah dan guru. Pengembangan
model ini hanya mungkin dapat dilakukan, apabila guru-guru di sekolah memiliki
kemampuan serta sikap profesional yang tinggi, yang memahami seluk-beluk
pendidikan. Apabila tidak maka sangat kecil kemungkinan perubahan bisa terjadi.
Selain itu, masih ada
pendekatan kurikulum namun dalam sisi yang lain.
1. Pendekatan
Mata Pelajaran
Pendekatan ini bertitik tolak dari mata
pelajaran (subject matter) sebagai
suatu disiplin ilmu. Pola kurikulum dari pendekatan ini merupakan kurikulum
yang terpisah-pisah. Implementasnya juga terpisah-pisah dengan sistem pembagian
tanggung jawab guru sebagai “guru mata pelajaran”. Guru hanya bertanggung jawab
terhadap mata pelajarannya saja. Pendekatan mata pelajaran dikenal dengan
istilah separate subject centered curriculum atau isolatedd curriculum.
2. Pendekatan
Interdisipliner
Masalah-masalah sosial yang ada dalam
kehidupan nyata tidak mungkinn ditinjau hanya dari salah satu segi saja. Suatu
peristiwa yang terjadi dalam masyarakat yang akan mempengaruhi segi-segi
kehidupan harus ditinjau dari berbagai segi. Berdasarkan pertimbang tersebut,
sebaiknya kurikulum sekolh dasar disusun berdasarkan mata pelajaran yang
terpisah, melainkan sejumlah mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama
dipadukan menjadi suatu bidang studi (broadfield).
pendekatan seperti itu disebut dengan pendekatan interdisipliner.
Pendekatan interdisipliner terdiri dari tiga jenis pendekatan yaitu pendekatan
struktural, pendekatan funsional, dan pendekatan daerah (interfield).
Pendekatan struktural bertitik
tolak dari struktur suatu disiplin ilmu tertentu. Pendekatan fungsional bertitik tolak dari suatu masalah tertentu
dalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Pendekatan
daerah bertitik tolak dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai subjek
pelajaran.
3. Pendekatan
Intergratif
Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu
keseluruhan atau suatu kesatuan yang bermakna dan berstuktur. Bermakna artinya
bahwa setiap keseluruhan itu memiliki makna, arti, dan faedah tertentu.
Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melainkan suatu totalitas
yang memiliki maknanya sendiri. Pendekatan ini berasumsi bahwa setiap bagian
yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi dalam suatu struktur
tertentu.
B.
MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan proses untuk membuat keputusan dan untuk merevisi suatu program
kurikulum. Berikut ni akan dipaparkan beberapa model pengembangan kurikulum
yang telah dikemukakan oleh para ahli kurikulum.
1. Model
PengembanganKurikulum dari Raplh W. Tyler
Model Tyler menekankan pada bagaimana
merancang suatu kurikulum disesuaikan dengan tujuan dan misi suatu institusi
pendidikan. Menurut Tyler ada empat hal yang dianggap fundamental untuk
mengembangkan suatu kurikulum. Pertama,
berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai; kedua, berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan;
ketiga, berhubungan dengan pengorganisasian pengalaman belajar: dan keempat, berhubungan dengan
pengembangan evaluasi.
Dalam pengembangan kurikulum, kegiatan
merumuskan tujuan merupakan langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan.
Merumuskan tujuan kurikulum, sebenarnya sangat tergantung kepada teori dan
filsafat pendidikan serta model kurikulum yang dianut. Bagi pengembang
kurikulum yang lebih berorientasi kepada disiplin ilmu (subjek akademis) maka
penguasaan berbagai kosep dan teori seperti yang tergambar dalam disiplin ilmu
tersebut merupakan sumber utama tujuan bersifat disciplline oriented. Berbeda dengan pengembangan kurikulum yang
lebih humanis yang mengarahkan tujuan kurikulum pada pengembangan pribadi siswa.
Sumber utama dalam perumusuan tujuan
kurikulum tentu saja siswa itu sendiri, baik yangberhubungan dengan
pengembangan minat dan bakat maupun kebutuhan untuk membekali hidupnya (child centered). Lain ladi dengan
pengembang kurikulum yang beralihan rekonstruksi sosial (social recontructionist). Menurut aliran ini, kurikulum lebih
bersifat “society centered” yang memposisikan kurikulum sekolah sebagai alat
untuk masalah-masalah sosial kemasyarakatan merupakan umber utama perumusan
tujuan kurikulum.
Pengalaman belajar (learning experiences)
adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut
Tyler, pengalaman belajar bukanlah isi atau materi pelajaran dan bukan pula
aktivitas guru memberikan pelajaran. Ada beberapa prinsip dalam menentukan
pengalaman belajar siswa. Pertama,
pengalaman belajar siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kedua, setiap rancangan pengalaman
belajar sebaiknya melibatkan siswa. Ketiga,
setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan siswa. Keempat, satu pengalaman belajar dapat
mencapai beberapa tujuan yang berbeda.
Mengorganisasikan pengalaman belajar siswa
bisa dalam bentuk unit mata pelajaran ataupun dalam bentuk program. Ada dua
jenis pengorganisasian pengalaman belajar, yaitu pengorganisasian secara
vertikal dan secara horizontal. Pengorganisasian secara vertikal apabila
menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam
tingkat/kelas yang berbeda. Sedangkan pengorganisasian secara horizontal jika
kita menghubungkan pengalaman belajar dalam tingkat/kelas yang sama.ada tiga
kriteria dalam mengorganisasi pengalam belajar ini yaitu : kesinambungan,
urutan isi dan integrasi.
Evaluasi memegang peran yang sangat penting
dalam pengembangan kurikulum. Dengan evaluasi dapat ditentukan apakah kurikulum
yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sekoalh atau
sebaliknya. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan evaluasi. Pertama, evaluasi harus menilai
ketercapaian perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikn yang
telah dirumuskan. Kedua, evaluasi
sbauknya menggunakan lebih dari satua alat penilaian dalam suatu waktu
tertentu. Dengan demikian, penilaian suatu program tidak mungkin hanya dapat
mengandalkan hasil tes siswa setelah akhir proses pembelajaran. Penilaianya
mestinya membandingkan antara penilaian awal sebelum siswa melakukan
suatuprogram dengan setelah siswa melakukan program tersebut.
2. Model
Pengembangan Kurikulum dari Hilda Taba
Model Taba lebih menitikberatkan pada
bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum.
Pada prinsipnya
terdapat lima langkah pengembangan kurikulum menurut model Taba.
a) Menghasilakan
unit-unit percobaan(pilot unit) melalui langkah-langkah berikui.
1. Mendiagnosis
kebutuhan
Pada langkah ini
pengembang kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa
melalui diagnosis tentang gaps,
berbagai kekurangan (deficiencies),
dan perbedaan latar belakang siswa.
2. Memformulasikan
tujuan
Setelah
kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum
merumuskan tujuan.
3. Memilih
isi
Pemilihan isi kurikulum
sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya.
4. Mengorganisasikan
isi
Berdasarkan hasil
seleksi isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun
urutannya sehingga nampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum
itu diberikan.
5. Memilih
pengalam belajar
Pada tahap ini
ditentukan pengalam-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai
tujuan kurikulum.
6. Mengorganisasikan
pengalaman belajar
Pengembang kurikulum selanjutnya menentukan
bagaiman mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu ke
dalam paket-paket kegiatan.
7. Menentukan
alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa
Pada penentuan alat evaluasi iniguru dapat
menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk meilai prestasi siswa.
8. Menguji
keseimbangan isi kurikulum
Penguji ini perlu dilakukan
untuk melihat kesesuian antara isi, pengalaman belajar dan tipe-tipe belajar
siswa.
b) Menguji
coba unti eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menentukan validitas
dan kelayakan penggunaanya.
c) Merevisi
dan mengonsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam
uji coba.
d) Mengembangkan
keseluruhan kerangka kurikulum
e) Implementasi
dan deseminisasi kurikulum yang telah diuji
Pada
tahap terakhir ini guru-guru yang akan melaksanakan di lapangan, baik melalui
penataran-penataran, lokakarya dan kegiatan lain. Disamping itu perlu juga
fasilitas dan alat-aat sesuai dengan tuntutan kurikulum.
3. Model
Pengembangan Kurikulum dari Oliva
Menurut Oliva suatu model kurikulum harus
bersifat sederhana, komprehensif dan sistematik. Langkah yang dikembangkan
dalam kurikulum model ini terdiri atas 12 komponen yang satu sama lain salinh
berkaitan.
a. Menetapkan
dasar filsafat yang digunakan dan pandangan tentang hakikat belajar dengan
mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan umum siswa dan kebutuhan masyarakat.
b. Menganalisis
kebutuhan masyarakat tempat sekolah itu berasa, kebutuhan khusus siswa dan
urgensi dari disiplin ilmu yang harus diajarkan.
c. Merumuskan
tujuan umum kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum
pada langkah sebelumnya.
d. Merumuskan
tujuan khusus kurikulum yang merupakan penjabaran dari tujuan umum kurikulum.
e. Mengorganisasi
rancangan implementasi kurikulum.
f.
Menjabarkan kurikulum dalam bentuk
perumusan tujuan umum pembelajaran.
g. Merumuskan
tujuan khusus pembelajaran.
h. Menetapkan
dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan
pembelajaran.
i.
Menyeleksi dan menyempurnakan teknik
penilaian yang akan digunakan.
j.
Mengimplematasikan strategi
pembelajaran.
k. Mengevaluasi
pembelajaran.
l.
Mengevaluasi kurikulum.
Menurut Oliva, model
yang dikembangkannya ini dapat diguanakan dalam tiga dimensi, yaitu: pertama,
bisa digunakan untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus
seperti bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan
kurikulum mauapun dalam proses pembelajarannya. Kedua, bisa digunakan untuk
membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum. Ketiga, bisa
digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secara lebih khusus.
4. Model
Pengembangan Kurikulum dari Beauchamp
Beauchamp mengemukakan
lima langkah dalam proses pengembangan kurikulum, seperti berikut.
a. Menetapkan
wilayah atau area yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.
b. Menetapkan
pihak-pihak yang akan terlibat ddalam proses pengembangan kurikulum.
c. Menetapkan
prosedur yang akan ditempuh.
d. Implementasi
kurikulum.
e. Melaksanakan
evaluasi kurikulum.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum pada
hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan
pada waktu pengembangan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik dilingkingan
sekolah maupun luar sekolah.
Menurut Robert S. Zais (1976), kurikulum
merupakan suatu lembaga pendidikan didasarkan kepada lima landasan (foundations) yang menggambarkan
digambarkan dalam suatu model yang disebut “ An Eclectic Model of the curiculum
and its foundation “.Robert S. Zais, Ralph W. Tyler (dalam Ornstein &
Hunkins, 1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek
yang melandasi suatu kurikulum (dalam hal ini disebut scohool purposes).
Dari kedua pandangan tersebut, secara
umum terdapat tiga pokok yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu landasan
filososis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
A.
LANDASAN
FILOSOFIS
Landasan
filosofis mengacu pada petingnya filsafat dalam melaksanakan, membina, dan
mengembangkan kurikulum di sekolah. Filsafat pendidikan pada dasarnya adlah penerapan
dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Menurut mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat
besar pengaruhnya terhadap pendidikan di Indonesia. Ketiga sistem filsafat
tersebut yaitu idealisme, realisme, dan pragmatisma.
Filsafat
merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah
pencapaian tujuan pendidikan. Falasafah yang dianut oleh suatu negara
bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di negara tersebut. Dengan
demikian, tujuan pendidikan setiap negara akan berbeda dengan negara lainnya,
disesuaikan dengan falsafah yang dianut oleh negara-negara tersebut. Tujuan
pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan
yang komperhensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini
memuat pertanyaan-pertanyaan (statements) mengenai berbagai kemampuan yang
diharapkan dimiliki oleh siswa selaras dengan sistem nilai dan filsafat yang
dianut.
Herbert
Spencer (dalam Nasution, 1982) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan itu harus
memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Self-preservation, mengacu
pada kemampuan individu untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengn sehat,
mencegah penyakit, hidup teratur, dan lain-lain.
2. Securing the necessities of life, mengacu
pada kemampuan individu untuk sanggup mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan
hidup dengan melakukan suatu pekerjaan.
3. Rearing of family, mengacu
pada kemampuan menjadi orang tua yang sanggup bertanggng jawab atas pendidikan
anaknya dan kesejahteraan keluarganya.
4. Maintaining proper social and
political relationships, mengacu kepada kemampuan individu
sebagai mekhluk sosial yang dhidup dalam lingkungan masyarakat dan negara.
5. Enjoying
leisure time, mengacu
pada kemampuan individu untuk memanfaatkan waktu senggangnya dengan memilih
kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menambah kenikmatan dan kegairahan
hidup.
The United States Office of Education pada tahun 1918 telah mencanangkan tujuan pendidikan
dalan Seven Cardinal Principles yang
memuat hal-hal berikut :
1. Health
2. Command
of fundamental processes
3. Worthy
home membership
4. Vocational
efficiency
5. Citizenship
6. Worthy
use of leasure
7. Satisfaction
of religious needs
Tujuan-tujuan
pendidikan yang diuraikan di atas adalah tujuan pendidikan yang dikembangkann
di Amerika Serikat beberapa tahun yang silam. Tujuan pendidikan di Indonesia
bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, seperti yang telah
tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan ,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kurikulim
pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena
tujuan pendidikan itu sangat diwarnai oleh falsafah atau pendangan hidup yang
dianut suatu bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan
falsafah pandangan hidup tersebut.
Pengembangan
kurikulum, walaupun, pada tahap awal sangat diwarnai oleh filsafat dan ideologi
Negara, namun menuntut senantiasa diperbaiki diperbarui, dan disempurnakan
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan karena kurikulum bersifat hipotesis. Yaitu
kurikulum menentukan manusia hari esok (masa depan) pada hari iniberdasarkan
pengalaman masa lalu.
B. LANDASAN
PSIKOLOGI
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikanuntuk
mengubah perilaku manusia.Siswa adalah individu yang sedang berada dala proses
perkembangan, seperti perkembanga fisik atau jasmani, intelektual, social,
emosional, moral. Tugas utama seorang guru adalah membantu mengoptimalkan
perkembangan siswa.
Psikologi belajar berkenaan atau memberikan sumbangan
bagi kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu diberikan kepada siswa dan
bagaimana siswa harus mempelajarinya.Psikologi perkembangan diperlukan terutama
dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat
keluasan dan kedalaman materi atau bahan ajar sesuai dengan taraf perkembangan
siswa.
Oleh karena kedua hal tersebut yang sangat penting
peranannya dalam rangka mengembangkan suatu kurikulum maka berikut ini
diuraikan secara lebih lengkap lagi.
1.
Perkembangan
Siswa dan Kurikulum
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan.Setiap anak merupan pribadi
tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal
tersebut terhadap pengembangan kurikulum, yaitu sebagai berikut :
a. Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai
dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
b. Disamping menyediakan pelajaran yang sifatnya umum (program
inti) yang wajib dipelajari setiap anak, sekolah menyediakan pula
pelajaran-pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
c. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat
kejuruan atau keterampilan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik.
d. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan,
nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang
utuh lahir dan batin.
Implikasi lain
dari pengetahuan tentang anak atau individu dalam proses pelaksanaan kurikulum
(pembelajaran ) dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara optimal
selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku siswa.
b. Bahan atau meteri pembelajaran yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan, minat dan perhatian siswa dan bahan tersebut mudah dijangkau
oleh siswa.
c. Strategi pembelajaran atau cara menyampaikan bahan
ajar disesuaikan dengan taraf perkembangan siswa.
d. Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian
dan minat siswa.
e. Sitem evaluai berpadu dalam satu kesatuan yang
menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap lainnya dan dijalankan
secara terus-menerus.
1.
Psikologi
Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar berkaitan dengan bagaimana individu atau siswa
belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang
terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik pada aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotorik (keterampilan) yang terjadi
karena proses pengalaman, dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnyabdapat
dikelompokkan kedalam tiga rumpun, yaitu :
a.
Teori
daya, menurut teori ini dari kelahiran anak atau individu telah memiliki
potensi-potensi atau daya-daya tertentu. (faculities)
yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti daya mengingat, berfikir,
mencurahkan pendapat, mengamati, memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya.
Daya-daya tersebut dilatih agar berfungsi dengan baik. Daya yang terlah
terlatih dapat dipindahkan ke dalam pembentukan daya daya-daya lain. Pemindahan
(transfer) mutlak dilakukan melalui
latihan (drill). Oleh karena itu,
pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih siswa dalam daya-daya
tersebut dan cara mempelajarinya pada umumnya melalui bhafalan dan latihan.
b.
Teori
behaviorisme, dalam teori ini terdapat tiga teori, yaitu teori koneksionisme
(teori asosiasi), teori kondisioning, dan teori pemungutan (reinforcement/operant conditioning).
Teori behaviorisme ini berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa
potens sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga,
sekolah, dan masyarakat). Perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat
dilihat dan diamati.
c.
Teori
organismic (gestalt), teori ini
bertentangan dengan teori koneksionisme/asosiasi, karena menurut teori gestalt,
peran dari seorang guru yaitu sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan,
dan siswa berperan sebagai pengolah bahan pelajaran. Belajar menurut teori ini
bukanlah menghafal, akan tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang
dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data untuk memecahkan masalah, menguji
hipotesis, dan pada akhirnya siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan.
Teori ini banyak
mempengaruhi praktik pelaksanaan kurikulum di sekolah, karena teori ini
memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.
Belajar itu berdasarkan keseluruhan
Dalam belajar
siswa mempelajari bahan pelajaran secara keseluruhan. Bahan-bahan dirinci
kedalam bagian-bagianuntuk dipelajari secara keseluruhan, dan dihubungkan satu
sama lain secara terpadu.
b.
Belajar adalah pembentukan kepribadian
c.
Siswa
dibimbing untuk memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara
berimbang.Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya dan
antara sikap dengan keterampilannya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh
melalui proses pengajaran yang terpadu.
d.
Belajar berkat pemahaman
Menurut teori
ini belajar adalah proses pemehaman. Pemahaman mengandung makna penguasan
pengetahuan yang diselaraskan dengan sikap kan keterampilan, pemahaman dapat
pula diartikan sebagai kemudahan dalam menemukan suatu pemecah masalah.
e.
Belajar berdasarkan pengalaman
Proses belajar
adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Siswa mengolah bahan
pelajaran melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey
lapangan, karyawisata, atau belajar diperpustakaan.
f.
Belajar adalah suatu proses perkembangan
Dalam hubungan
ini terdapat tiga hal yang perlu diketahui guru, yaitu : perkembangan siswa
merupakan hasil dari pembawaan, perkembangan siswa merupakan hasil lingkungan,
dan perkembangan siswa merupakan hasil keduanya.
g.
Belajar adalah proses berkesinambungan
Belajar adalah
proses kegiatan interaksi antara dirinya dengan lingkungannya yang dilakukan
dari lahir sampai meninggal. Oleh karena itu, belajar adalah proses
berkesinambungan.
h.
Belajar akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan minat,
perhatian, dan kebutuhan siswa
Keberhasilan
belajar tidak seluruhnya ditentukan oleh kemampuan siswa akan tetapi juga oleh
minatnya, perhatiannya, dan kebutuhannya. Dalam kaitan dengan ini maka motivasi
sangat menentukan.
C. LANDASAN
SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai
kurikulum yang dikaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu
pengetahuan.Ketiga hal tersebut merupakan landasan yang sangat mempengaruhi
penetapan sisi kurikulum. Untuk lebih jelasnya, cermati uraian berikut ini :
1.
Kurikulum
dan Masyarakat
Masyarakat
adalah sekelompok individu yang teroerganisasi yang berpikir tentang dirinya
sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.Sebagai
akibat dari perkembangan yang terjadi saat ini, terutama sebagai pengaruh dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan hidup masyarakat semakin
luas dan semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi. Untuk
terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarkat maka
diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya
memperhatikan perkembangan masyarakat.
Kurikulum
sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangandan
tuntutan masyarakat, bukan hanya dari
segi isi programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi
pelaksanaannya. Maka dari itu, guru sebagai pelaksna kurikulum dituntut lebih
peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada
siswa relevan dan berguna bagi kehidupannya dimasyarakat.pengembangan kurikulum
yang hanya didasarkan pada kemampuan dasar saja tidak akan dapat memenuhi
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Uraian tersebut, menunjukkan betapa
pentingnya faktor kebutuha masyarakat dan tuntutan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum.
2.
Kurikulum
dan Kebudayaan
Kebudayaan
adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga hal
sebagai berikut :
a.
Ide,
konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat
abstrak dan adanya dalama alam pikiran manusia dan warga masyarakat ditempat
kebudayaan itu berada.
b.
Kegiatan,
yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan berpola
manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama.
c.
Benda
hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah seluruh fisik
perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat.
Pendidikan
pada hakikatnya mrupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan
kurikulun dengan pertimbangan bahwa individu itu lahir belum berbudaya, baik
dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap pengetahuan, keterampilan, dan
sebagainya. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang
berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
3.
Kurikulum
dan Perkembangan Iptek
Teknologi
merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan
masalah-masalah praktis.Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan
timbal balik dengan pendidikan.Industri dengan teknologi maju memproduksi
berbagai macam alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung
dibutuhkan dalam pendidikan, sedangkan dalam kegiatan pendidikan membutuhkan
dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, secara langsung akan menjadi isi atau materi
pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung, perkembangan Iptek memberikan
tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecah
masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
BAB
III
Penutup
A. Kesimpulan